Home Infopedia Perusahaan Terbesar di Asia Tenggara

Perusahaan Terbesar di Asia Tenggara

131
0

Perusahaan ini memiliki Aset terbesar maupun Kapitalisasi penjualan yang sangat bai dan termasuk perusahaan kepunyaan keluarga terkaya di Indonesia (yang sering main saham, atau main bridge pasti sudah tahu), dan juga salah 1 BUMN ternama kita.

Daftar lengkap perusahaannya bisa diambil di sini, dari media Forbes yang sering mencatatkan daftar orang & perusahaan terkaya di dunia. Forbes menerbitkan daftar “Asia’s Best Over a Billion” daftar perusahaan-perusahaan Asia terbesar diatas 1 Milyar USD (sekitar Rp 15 T). Untuk Asia Tenggara sendiri ada:

Aset terbanyak: DBS (Singapura)

DBS ini adalah bank terbesar dari Singapura, dengan nilai aset sebesar USD 404 Milyar (Rp 6200 T – atau hampir 3x APBN Indonesia).

Awalnya DBS merupakan bank GLC (semacam BUMN, tapi bukan definisi BUMN yang kita tahu di Indonesia – nanti di akhir tulisan diceritakan deh) yang digagas pemerintah Singapura bersama partisipasi investor ditahun 1968, setelah diberi hasil studi konsultan dari PBB. DBS perlahan membesar dengan ikut sertanya ADB (Bank Pembangunan Asia) dalam pemodalan di tahun 1969, konsolidasi aset properti/real estate di tahun 1980an dan lalu pasca krismon 1997 ber ekspansi ke seluruh Asia Tenggara & Asia Timur.

Setelah ekspansi besar-besaran di awal tahun 2000an, DBS berhasil tetap bertahan besar karena menjadi bank yang aman & stabil – memiliki salah satu penilaian kredit (credit rating) terbaik di Asia, dan memenangkan berbagai penghargaan seperti “Safest Bank in Asia Award / Penghargaan Bank Teraman di Asia” 2009–2019 dan juga “World Best Digital Bank / Bank Digital Terbaik Dunia” 2016

Kapitalisasi Pasar / Market Cap terbesar: Bank BCA (Indonesia)

Armand Hartono, 44, Wakil Presdir BCA dan generasi ke-2 keluarga konglomerat Hartono.

Ah ya, bank terbesar se-Indonesia yang satu ini memiliki nilai/kapitalisasi pasaran sebesar USD 52 Milyar (Rp 800 Triliun, atau 1/3 APBN kita)

Bagi banyak pembaca muda, terutama yang lahir setelah krismon 1997, mungkin hanya mengingat bahwa BCA ini dimiliki oleh keluarga Hartono yang juga memiliki perusahaan rokok Djarum – pamor Armand Hartono sendiri masih kalah oleh ayahnya dan pamannya, Robert Budi Hartono & Michael Bambang Hartono; yang satu pecinta bulu tangkis , dan satu atlit Bridge nasional (dan atlit tertua di Asian Games 2018) .

Tapi sebenarnya, kepemilikan keluarga Hartono relatif “baru”, karena sebelum krisis, pada awalnya, BCA didirikan oleh Liem Sioe Liong/Sudono Salim; yang keluarganya lebih dikenal sebagai pemilik Indofood. BCA sempat menjadi bola panas sebagai salah satu bank “sakit” yang harus diambil alih oleh pemerintah Indonesia lewat BPPN/Badan Penyehatan Perbankan Nasional saat Krismon melanda.

Kepemilikan keluarga Hartono baru terjadi di tahun 2002, via Farindo Investments yang berkedudukan di negara tax haven/pajak rendah Mauritius. Kepemilikan langsung Djarum Group atas BCA baru terjadi di tahun 2016 ketika dilancarkannya kebijakan Tax Amnesty, dan terjadi transaksi transfer kepemilikan kepada salah satu perusahaan anakan Djarum.

Hingga kini, masih banyak tanda tanya yang tersimpan tentang tindak-tanduk BCA selama krisis moneter 97.

Wilmar International (Singapura/Indonesia)

Ahhhh ya, cukup dengan gambar ini saja anda sudah tahu, Wilmar ini bergerak di bidang perkebunan & pengolahan produk kelapa sawit. Wilmar menjual produk total sebesar US$ 44.5 Milyar (685 Triliun) tahun lalu.

Lalu apakah Wilmar ini sebenarnya perusahaan Singapura atau Indonesia? Wilmar memang berkedudukan di Singapura, didirikan oleh pengusaha Indonesia Martua Sitorus & pengusaha Singapura Kuok Khoon Hong.

…tapi perkebunannya, jelas-jelas semuanya ada di Indonesia…

…sempat mendengar soal bagaimana ada perusahaan sawit yang seharusnya bisa bayar pajak lebih banyak, dan jadi “pengemplang pajak”? Wilmar salah satunya (bukan cuman Wilmar yang berkedudukan secara legal di Singapura, hanya demi membayar pajak lebih sedikit; ada beberapa yang lain juga kok, yang walaupun perusahaan Singapura, lahannya ada di Indonesia semua & pemiliknya pun orang negara kita). Di tahun 2009 sendiri Martua Sitorus sempat menjadi orang terkaya ke-2 di Indonesia.

Tambah satu lagi yuk,

Perusahaan terbesar berdasarkan owner/pemilik terkaya: Charoen Pokphand, yang dimiliki keluarga Chearavanont (Thailand)

Mungkin agak aneh untuk menilai suatu perusahaan dari keluarga pemiliknya. Tapi menurut saya, mengingat konteks Asia Tenggara dimana banyak perusahaan besar kalau bukan BUMN pastinya milik keluarga konglomerat, maka konteks ini menjadi penting. Karena urusan Aset terbanyak, penjualan terbesar, kapitalisasi pasar bersifat dinamis (sekarang), sementara kekayaan keluarga konglomerat bersifat akumulatif (bertambah seiring waktu). Dan maka dari itu bisa juga dianggap sebagai satu indikator “besarnya, stabilnya, suksesnya” perusahaan.

Keluarga Chearavanont ditaksir memiliki kekayaan US$ 36.6 Milyar (Rp 560 T), sementara perusahaannya, Charoen Pokphand/CP Group nilai asetnya sebesar US$ 16.7 Milyar (Rp 250 T). CP Group sendiri bermula di tahun 1921 sebagai toko bahan pertanian, contohnya menjual bibit/benih ke petani. Kini CP berubah menjadi raksasa industri pertanian, terutama di bisnis pakan hewan ternak, pupuk, peternakan ayam & pengolahan makanan beku (frozen foods).


….namun, semua yang berada dalam daftar Forbes ini, adalah perusahaan yang bersifat publicly listed/dipergangkan secara bebas di bursa saham.

Loh memangnya, Kan, ada perusahaan yang tidak melantai sahamnya dan bisa sangat besar?

Oh tentunya… dan salah 1nya berasal dari Indonesia, justru.

Tentunya, tidak lain dan tidak bukan adalah BUMN terbesar Indonesia… yang namanya akan mendatangkan berbagai reaksi berbeda (mixed feelings)

PERTAMINA

Sebentar, kok bisa, katanya Pertamina bukan perusahaan publik, kok bisa tahu dia paling besar?

Karena berkat Peraturan Menteri BUMN No. 18/2014, semua BUMN sekarang diwajibkan mengunggah laporan keuangan tahunan, baik yang diperdagangkan sahamnya secara publik, maupun yang tidak.

Dan menurut laporan terakhir tahun 2018, Pertamina mencatatkan hasil penjualan sebesar US$ 65 Milyar (934 Triliun) – tapi mumpung industri Migas itu juga besar biayanya, sehingga laba bersih yang disetorkan ke negara hanya sekitar 1/8nya (120 Triliun)

Dengan nilai sebesar 934 T itu, Pertamina pun bisa dinobatkan sebagai perusahaan Asia Tenggara dengan nilai penjualan terbesar.

Tapi walau Pertamina pun boleh dicanangkan sebagai perusahaan inti terbesar, kalau kita mau menghitung soal perusahaan indukan / holding company terbesar / konglomerat terbesar, sebenarnya ada yang lebih besar lagi.

Dan lagi-lagi, konglomerat kali ini pun sebenarnya BUMN.

Tapi bukan, bukan BUMN Indonesia – ya jelas lah, Pertamina kan BUMN terbesar di negeri kita, sudah tidak ada langit diatasnya… di Indonesia.

Tapi kalau di tingkat Asia Tenggara, konglomerat/holding/perusahaan indukan terbesar ada di Singapura – ialah

TEMASEK

Ho Ching, CEO/Dirut Temasek dan istri Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong

Temasek ini merupakan salah satu holding BUMN pertama di dunia & salah satu Sovereign Wealth Fund (perusahaan investasi milik negara) terbesar di dunia, hanya dikalahkan oleh NBIM yaitu perusahaan investasi milik Norwegia, yang mengelola dana pensiun hasil penjualan minyak Norwegia.

Temasek pun menjadi salah satu model holding BUMN yang mendasari ide konsolidasi BUMN yang sering digaung-gaungkan selama 6 tahun belakangan oleh pemerintahan Jokowi. Karena memang potensinya sangat besar, sampai akhir tahun 2018, ada 113 BUMN Indonesia yang total asetnya berjumlah Rp 8117 Triliun! (US$ 531 Milyar)

Tapi jangan salah, ide holding atau konsolidasi semua BUMN Indonesia kedalam 1 perusahaan induk, untuk menggantikan Kementerian BUMN, itu sendiri sebenarnya sudah jadi ide dari zaman dulu; sejak zaman krismon 1997, dimana Menteri BUMN saat itu ialah pak Tanri Abeng.

Tapi sebesar apa sih Temasek? Memang dia membawahi perusahaan apa saja?

Dan jangan salah, ini baru perusahaan yang basisnya di Singapura. Temasek juga memegang saham beberapa perusahaan internasional. Total portfolio aset Temasek ada SGD 313 Milyar, atau sekitar US$220 Milyar – “cuman” 40% nilai total aset seluruh BUMN Indonesia – tapi nilai ini cukup untuk menjadikan Temasek perusahaan se-Asia Tenggara dengan nilai aset terbesar

Nah Temasek sendiri punya 4 tipe perusahaan anakan:

  1. State-Owned Enterprise / SOE / BUMN seperti di Indonesia; dimana kepemilikan Temasek/negara lebih dari 50%. Biasanya yang seperti ini adalah perusahaan infrastruktur dasar seperti Singtel (telekomunikasi) dan Singapore Airlines (penerbangan)
  2. Government-Linked Companies / GLC; nah, ini adalah tipe yang unik di Singapur dan tidak ada padanannya di Indonesia – ini adalah perusahaan dimana Temasek bukan pemegang saham mayoritas, tetapi tetap pemegang saham terbesar. Kebanyakan ini adalah perusahaan bank (DBS, Standard Chartered) dan properti (Capitaland, Keppel). Untungnya apa Temasek tidak jadi pemegang saham mayoritas? Untungnya dia bisa undang perusahaan-perusahaan bonafide internasional untuk ikut suntik dana dan berkolaborasi, contohnya Standard Chartered yang dimiliki bersama Blackrock, Schroder, Vanguard (perusahaan investasi/hedge fund Amerika), NBIM Norwegia, juga Standard Life & Franklin Mutual (perusahaan Asuransi Amerika).
  3. Perusahaan bonafide yang diinvestasikan untuk mendapatkan dividen jangka panjang, serta berbagi teknologi/SDM (tech transfer), contohnya perusahaan kimia/obat Jerman Bayer AG (4% kepemilikan) atau marketplace terbesar China, Alibaba (1%)
  4. Perusahaan di luar Singapur yang dibeli untuk beberapa waktu sebelum dijual setelah membesar, contohnya di Indonesia sajaada 2: Indosat (sebelum dilepas ke Ooredoo Qatar) dan Bank Danamon (yang baru saja dilepas ke bank MUFG Jepang)

Jadi itulah, perusahaan2 terbesar Asia Tenggara – baik yang banyak orang tahu (yang diperdagangkan sahamnya secara bebas) dan BUMN yang butuh ditelisik dulu (tidak banyak orang tahu besarnya).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.