Home Best Story Real Story LDR Jerman Indonesia paling ter uwu.

Real Story LDR Jerman Indonesia paling ter uwu.

85
0

Beberapa tahun lalu, saya sempat LDR dengan pacar saya (sekarang mantan). Cukup jauh, saya di Hamburg sedangkan dia di Jakarta. Saya ke Jerman untuk melanjutkan pendidikan saya. Saya kekeh ingin ke Jerman, entah kenapa saya sangat sangat ingin tinggal disana. Tapi saya juga orangnya sangat cengeng dan jujur saja belum mandiri.

Sejak kecil saya diurus oleh orang tua dan asisten rumah tangga. Saya tidak bisa jauh dari keluarga. Saya anak yang manja yang jujur saja, sebelum tinggal sendiri di Jerman, saya tidak pernah yang namanya jemur baju.

Satu minggu pertama, masih happy.

Dua minggu, tetep happy.

Satu bulan, tidak terlalu demikian. Saya rindu rumah. Saya tidak sekuat yang saya bayangkan. Saya TIDAK MAU tinggal sendirian lagi di Jerman. Ditambah lagi selama satu bulan, saya masih kaku dalam berbahasa Jerman. Saya selalu merasa orang sekitar saya membicarakan diri saya. Saya seperti tertindas.

Setiap malam saya selalu video call dengan pacar saya dan menangis. Saya mau pulang. Saya tidak tahan. Tapi dia tetap menguatkan dan meyakini saya kalau hal itu pasti akan berlalu. Saya harus bisa menghadapinya karena memang ini pilihan saya dari awal. Tetap saja, tidak semudah itu.

Satu hari saya kena copet ketika pergi ke Oktoberfest. Untung saja handphone dan beberapa uang saya berada di kantong. Sisanya yang ada di dalam tas lenyap. Saya menangis tidak berhenti. Saya pergi ke kantor polisi, bolak balik membuat pengaduan selama seharian. Itu mungkin hal paling menyulitkan yang pernah saya lakukan hingga saat ini.

Malamnya saya sudah membulatkan tekat, saya tidak peduli pokoknya saya tidak mau lagi tinggal di Jerman. Saya menangis sambil video call dengan pacar sampai ketiduran.

Paginya saya melakukan aktivitas seperti biasa sambil berpikir bagaimana caranya saya bisa Satu harian pacar saya tidak memberi kabar. Sama sekali tidak memberi kabar.

Ketika saya pulang, betapa kagetnya saya ternyata pacar saya sudah berada di depan kamar apartment saya sambil memegang sekotak coklat.

“Aku udah nunggu 3 jam loh. Udah kebelet pengen pipis tapi takut kamu datang pas aku ke toilet. Gak romantis deh”

Saya kembali menangis sekencang-kencangnya, bedanya adalah ini tangisan bahagia. Saya memeluk dia sangat erat hingga dia minta saya untuk melonggarkan sedikit pelukan saya.

Malam itu saya benar-benar tidak membiarkannya pergi dari pelukan saya. Sepanjang malam saya bercerita sambil memeluk dirinya. Dia tinggal selama seminggu di Jerman. Dia selalu memberikan semangat kepada saya, menguatkan saya dan mengingatkan apa tujuan awal saya pergi ke Jerman. Ketika dia pulang ke Indonesia, saya merasa jauh lebih kuat dan mampu menghadapi semuanya. Hingga akhirnya saya selesai study dan bisa pulang dengan bangga.

Sayang, kami tidak bisa meneruskan hubungan kami. Meskipun saya sangat sangat mencintai dirinya, tapi Tuhan lebih menyayanginya. Dia meninggal beberapa bulan setelah kepulangan saya karena sakit. Kami sedang merencakan pernikahan waktu itu.

Buat saya, itu adalah momen “Terniat” seseorang yang pernah dilakukan untuk saya.

Terima kasih sudah membaca. (Cr.Anonim)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.